Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya. Dalam rangka mewujudkan tujuan pembelajaran IPA
tersebut, maka menumbuhkan keterampilan berpikir siswa terutama kemampuan
berpikir kritis sangat diperlukan sehingga penguasaan suatu konsep oleh siswa
tidak hanya berupa hafalan saja dari sejumlah konsep yang telah dipelajarinya,
tetapi mereka juga mampu menerapkan konsep yang dimilikinya pada aspek yang
lain.Kemampuan
ini berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan
masalah secara kreatif dan berpikir logis.
Kemampuan
berpikir kritis bukan merupakan suatu kemampuan yang dapat berkembang dengan
sendirinya seiring dengan perkembangan fisik seorang individu, tetapi kemampuan
ini juga harus dilatih melalui pemberian stimulus agar seseorang dapat
meresponuntuk berpikir kritis. Sekolah sebagai suatu institusi penyelenggara
pendidikan yang mana difungsikan untuk membentuk generasi bangsa yang cerdas
harus mampu memaksimalkan visi misinya dalam pengembangan berbagai kemampuan
yang diharapkan oleh masyarakat, salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan
berpikir kritis. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
terdapat beberapa kompetensi yang terkait dengan penguasaan kemampuan berpikir
kritis, yaitu bahwa siswa harus dapat: a) membangun, menggunakan dan menerapkan
informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif, b)
menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, c)
menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya, d)
menunjukkan kemampuan memecahkan masalah, e) menunjukkan kemampuan mengenali
gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar, f) menunjukkan kemampuan belajar
secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Namun faktanya, masih
banyak siswa yang belum memiliki kemampuan ini. Kebiasaan berpikir kritis ini
belum ditradisikan di sekolah-sekolah. Hanya beberapa sekolah saja yang
mengajarkan siswanya untuk berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa
memberi jawaban yang benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide yang
baru atau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada dan menemukan
konsep baru. Seringnya guru meminta siswanyauntuk menceritakan kembali,
mendefinisikan, mendeskripsikan, menguraikan, dan mendaftar daripada
menganalisis, menarik kesimpulan, menghubungkan, mengkritik, menciptakan,
mengevalusi, memikirkan dan memikirkan ulang, padahal semua aspek tersebut
dapat meningkatkan kemampaun anak dalam berpikir. Apalagi dalam mata pelajaran
IPA yang mengharuskan siswa menemukan suatu konsep baru. Misalnya siswa
menganalisis suatu konsep lalu siswa menarik kesimpulan dari data analisis yang
sudah didapat kemudian siswa menalarkan hasilnya. Hal tersebut dapat memicu
kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa yang menemukan konsep bukan hanya
mengulang apa yang sudah dijelaskan guru saja.
Susanto (2016:
126) menyatakan bahwa upaya untuk pembentukan kemampuan berpikir kritis siswa
yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang interaktif, siswa dipandang sebagai
pemikir bukan seorang yang diajar, dan pengajar berperan sebagai mediator,
fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar bukan mengajar.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembentukan kemampuan berpikir
kritis siswa adalah keahlian guru dalam memilih dan menggunakan media
pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat berperan aktif dalam penggunaan media, sehingga siswa dapat mengembangkan
kemampuan belajarnya secara maksimal.Media pembelajaran juga sebagai alat
peraga yang mana akan membantu siswauntuk memepermudah dalam memahami suatu
materi, untuk itu media merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru untuk
menarik siswa agar lebih bersemangat, antusias dan tidak jenuh atau bosan pada
saat pelajaranserta dapat mengembangkan cara berpikir siswa agar lebih mudah
dalam memahami materi.Dengan media pembelajaran yang digunakan
diharapkan siswa mampu membentuk dan mengembangkan bahkan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Salah satu media pembelajaran yang memberikan
peluang bagi siswa untuk memiliki pengalaman menemukan suatu konsep dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah media properda (proses peredaran darah) dalam materi peredaran darah tema
4 sehat itu penting subtema 1 peredaran darahku sehat pembelajaran 1. Media
properda ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran
dengan menggunakan media dianggap lebih menumbuhkan minat belajar siswa yang
tinggi, dimana siswa bukan hanya menjadi objek pembelajaran, akan tetapi siswa
juga menjadi subjek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan media dapat
menumbuhkan aktifitas siswa dalam belajar, sehingga siswa tidak menjadi bosan
dan antusias untuk mengikuti pembelajaran. Dengan adanya media properda ini
siswa diminta untuk berpikir kritis dalam proses pembelajaan yang berlangsung.
Media properda dapat dipadukan untuk menyampaikan mata pelajaran IPA pada
materi peredaran darahdengan Bahasa Indonesia pada materi pantun, siswa juga
dapat mendemonstrasikannya sendiri sehingga siswa dapat berpkir kritis dalam
materi pelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan melalui wawancara dengan
guru kelas VB. Dan pengamatan pada proses pembelajaran terdapat masalah yang
timbul khususnya pada kelas V, fakta dilapangan menunjukan dalam proses
pembelajaran dan soal-soal latihan yang diberikan belum berorientasi untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, hasil belajar siswa pada tema 4
subtema peredaran darahku pembelajaran 1masih terdapat siswa yang mendapatkan
hasil belajar yang rendah. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan
oleh sekolah dengan penuh berbagai pertimbangan dan menyesuaikan dari kemampuan
siswaKKM nya yaitu 6,8 akan tetapi dengan KKM yang telah ditetapkan
masihterdapat siswa yang belum mencapai nilai KKM siswa hanya mencapai
rata-rata 6,5saja dan ada yang mendapatkan nilai yang pas dengan KKMdilihat
dari hasil ulangan harian siswa.Dari pengamatan tersebut, penulis menawarkan
media yang berbasis alat peraga/model untuk menarik perhatian para siswa
sehingga siswa ada ketertarikan dalam belajar.
Berdasarkan ulasan latar belakang
masalah di atas, peneliti ingin mengetahui “Keefektifan Model Pembelajaran
Discovery Learning dengan Media Properda (Proses Peredaran Darah) Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V”.
0 komentar:
Posting Komentar